Pergeseran Delik Korupsi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016

Authors

  • Fatkhurohman Fatkhurohman Fakultas Hukum Universitas Widyagama
  • Nalom Kurniawan Pusat P4TIK Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.31078/jk1411

Keywords:

Delik Korupsi, Delik Formiil dan Materiil, Kerugian Nyata, Perkiraan Kerugian, Corruption Offense, Formal & Material Offense, Actual Loss, Potential Loss

Abstract


Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 mencabut frasa "dapat" dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Putusan MK ini menafsirkan bahwa frasa "dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor harus dibuktikan dengan kerugian keuangan negara yang nyata (actual loss) bukan potensi atau perkiraan kerugian keuangan negara (potential loss). Dalam pertimbangannya, setidaknya terdapat empat tolok ukur yang menjadi ratio legis MK menggeser makna subtansi terhadap delik korupsi. Keempat tolok ukur tersebut adalah (1) nebis in idem dengan Putusan MK yang terdahulu yakni Putusan MK Nomor 003/PUU-IV/2006; (2) munculnya ketidakpastian hukum (legal uncertainty) dalam delik korupsi formiil sehingga diubah menjadi delik materiil; (3) relasi/harmonisasi antara frasa "dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" dalam pendekatan pidana pada UU Tipikor dengan pendekatan administratif pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP); dan (4) adanya dugaan kriminalisasi dari Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan menggunakan frasa "dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" dalam UU Tipikor.Constitutional Court Decision No. 25/PUU-XIV/2016 revokes the phrase "may" in Article 2 paragraph (1) and Article 3 of Law No. 31 of 1999 in conjunction with Law No. 20 of 2001 on the amendment of Law No. 31 of 1999 on Eradication of Corruption (Corruption Act). Decision of this Court interpreted the phrase "may be detrimental to the state finance or economy of the state" in Article 2 (1) and Article 3 of Corruption Act must prove real state financial losses (actual loss) not a potential nor estimated financial losses of the state (potential losses). In the consideration of the judgment, at least, there are four benchmarks that become the ratio legis of the Court to shift the substance of the offense of corruption. The Four benchmarks are (1) nebis in idem with the previous Constitutional Court ruling that is Constitutional Court Decision Number 003/PUU-IV/2006; (2) the emergence of legal uncertainty in the formal corruption offense that it is converted into material offense; (3) the relationship/harmonisation between the phrases "may be detrimental to the state finance or economy of the state" in the criminal approach on Corruption Law with an administrative approach to Law No. 30 of 2004 on Governmental Administration (UU AP); and (4) alleged criminalization of State Civil Apparatus (ASN) by using the phrase "may be detrimental to the state finance or economy of the state" in the Anti-Corruption Act.

References

Buku-Buku
Bambang Soesatyo, Presiden dalam Pusaran Politik Sengkuni, Jakarta: RM BOOKS, PT.Wahana Semesta Intermedia.
H.R, Ridwan. 2008. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hamzah, Andi. 2001. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hiariej, Eddy O.S. 2014. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Yogyakarta: Aneka Jaya Cipta.
Marbun, S.F. dan Moh. Mahfud MD. 2000. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: Liberty.
Montesqieu, De L’Espirit d Lois, G Truc, ed, Paris, 1987, vol I, Book xi ch.4, Muslimin, Amrah. 1985. Beberapa Asas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum Administrasi. Bandung: Alumni.
Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Pers
Laporan Penelitian
Yuntho, Emerson, et.al. 2004. "Penerapan Unsur Merugikan Keuangan Negara dalam Delik Tindak Pidana Korupsi". Laporan Hasil Penelitian. Jakarta: Indonesian Corruption Watch.
Jurnal
Fathudin, Tindak Pidana Korupsi (Dugaan Penyalahgunaan Wewenang) Pejabat Publik (Perspektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan) dalam Jurnal Cita Hukum. Vol. II No. 1, Juni 2015.
Maulidin, La Ode. 2011. “Analisis Putusan MK dalam Menyelesaikan Perselisihan Hasil Pemilukada Ditinjau dari Perspektif Teori Hukum Progresif (Kajian Terhadap Putusan MK atas Sengketa Hasil Pemilu Kepala Daerah Jawa Timur dan Putusan MK dalam Perkara perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2010” dalam Jurnal Konstitusi Widyagama, Volume IV No.1, Juni 2011. Malang: Pusat Kajian Konstitusi (Puskasi) FH Universitas Widyagama.
Prastowo, RB Budi. 2006. "Delik Formiil/Materiil, Sifat Melawan Hukum Formiil/Materiil dan Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Korupsi (Kajian Teori Hukum Pidana terhadap Putusan MK Perkara No. 003/PUU-IV/2006" dalam Jurnal Hukum Pro Justitia, Volume 24 No.3, Juli 2006.
Makalah
Supandi. Tanpa Tahun. “Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan(Relevansinya Terhadap Disiplin Penegakan Hukum Administrasi Negara dan Penegakan Hukum Pidana)”, Makalah tidak diterbitkan.
Koran
Kompas, “Koruptor Makin Sulit Diproses Hukum”, Kamis, 26 Januari 2017. Amir Syamsudin, Putusan MK dalam Penegakan Hukum Korupsi, Kompas, Kamis, 2 Pebruari 2017

Published

2017-07-24

How to Cite

Fatkhurohman, Fatkhurohman, and Nalom Kurniawan. 2017. “Pergeseran Delik Korupsi Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25 PUU-XIV 2016”. Jurnal Konstitusi 14 (1):1-21. https://doi.org/10.31078/jk1411.

Issue

Section

Articles