Politik Hukum Penguatan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Sistem Ketatanegaraan
DOI:
https://doi.org/10.31078/jk1626Keywords:
Komisi Pemberantasan Korupsi, Politik Hukum, Sistem Ketatanegaraan.Abstract
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk berdasarkan amanat reformasi 1998 yang menginginkan adanya penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Sejak dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, telah banyak kasus korupsi yang terselesaikan baik dalam skala sedang maupun skala besar. Namun, dengan berjalannya waktu sejak pembentukannya perlu peninjauan ulang pengaturan KPK mengingat semakin banyaknya pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi terkait dengan kedudukan dan kewenangan KPK. Terlebih, sebagai peserta penandatangan dan peratifikasi UNCAC, sudah seharusnya mengakomodir kedua intrumen tersebut. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai bagaimana politik hukum penguatan kewenangan KPK dalam sistem ketatanegaraan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan kasus dan perbandingan. Hasil penelitian yang didapatkan adalah perlunya revisi UU tipikor dengan menyesuaikan pada putusan pengujian undang-undang di MK dan ketentuan yang ada dalam UNCAC, seperti perampasan aset, perekrutan penyidik mandiri, dan memasukkan KPK sebagai organ konstitusi.The Corruption Eradication Commission was formed based on the 1998’s reformation that implement good governance that clean from corruption, collusion, and nepotism. Since it was formed by Law Number 31 of 1999 jo. Law Number 20 of 2001 on the Corruption Eradication Commission, there are many case have been solved in a medium and large scale. However, as time goes by, the Law needs to be reviewed because there are many judicial review towards Constitutional Court about the position and authority of the Corruption Eradication Commission. Moreover, Indonesia should make the Law that accommodate both of the instrument (position and authority) as a member that signed and ratified UNCAC. This research will discuss about how the legal politics of strengthens KPK’s authority in the constitutional system. This research used normative juridical method with comparative and case approach. The result shows that there’s a need to revise Law on the Corruption Eradication Commission in accordance to Constitutional Court’s Decision and UNCAC, like seizure of assets, recruitment of independent investigators, and the Corruption Eradication Commission as a constitution organ.
References
Deli, Rizi Riski, Implementasi Perampasan Aset hasil Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang, Jurnal Lex Administratum, Vol IV/No 4.Apr/2016.
Djaja, Ermansjah, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
Fajar, Mukti, dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Flemming, Matthew H., 2005, Asset Recovery and Its Impact on Criminal Behaviour, An Aconomic Taxonomy: Draft for Comments, London: University Colleg.
Hartono, Sunaryati, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Banung: Alumni.
LaMagna, Richard C., “Changing a Culture of Corruption: How Hong Kong’s Independent Commission Against Corruption Succeeded in Furthering a Culture of Lawfulness”, Trends in Organized Crime (Fall 1999): 122 Luis de Sousa, Luis, “Anti-Corruption Agencies: Between Empowerment and Irrelevance”, Crime Law Soc Change. Vol. 53 (2010): 6.
Manion, Melanie, 2004, Corruption by Design: Building Clean Government in Mailand China and Hong Kong, (Massachusetts: Harvard University Press.
Marzuki, Peter Mahmud, 2011, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana.
Paku Utama dalam Svetlana Anggita Prasasthi, Upaya Pemerintah Republik Indonesia dalam Bantuan Hukum Timbal Balik Untuk Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance-MLA) Terhadap Pengembalian Aset di Luar Negeri Hasil Tindak Pidana Korupsi (Stolen Asset Recovery), dalam Jurnal Hukum dan Perjanjian, Volume 2, Mei-Agustus 2011.
ST Quah, Jon, “Defying Institutional Failure: Learning from the Experiences of Anti-Corruption Agencies in Four Asian Countries”, Crime Law Soc Change, Vol. 53 (2010):30.
WEBSITE
“Senjata Baru Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi?”, https://www.hukumonline.com/berita/baca /hol15362/senjata-baru-pencegahan-danpemberantasan-korupsi, diakses pada 12 Desember 2018, pukul 10.16 WIB
Romli Atmasasmita, “Urgensi RUU Pengembalian Aset”, https://korup5170.wordpress.com/opiniartikel-pakarhukum/urgensi-ruu-pengembalian-aset/,diakses tanggal 11 Desember 2018
Barbara Vettori, Though on Criminal Wealth Exploring the Practice of Proceeds from Crime Confiscation in the EU, Springer, Doordrecht, 2006, halaman 8 – 11.
Pujiyono, Rekonstruksi Sistem Peradilan Pidana Indonesia Dalam Perspektif Kemandirian Kekuasaan Kehakiman, file:///C:/Users/199209062018012003/Downloads/4167-8947-1-SM.pdf diakses pada 11 Desember 2018
Kewenangan Penyidik Dalam Tindak Pidana Korupsi, hlm 8 pada resume karya ilmiah http://karyailmiah.narotama.ac.id/files/KEWENANGAN%20PENYIDIK%20DALAM%20TINDAK%20PIDANA%20KORUPSI.pdf diakses 12 Desember 2018
PUTUSAN
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-I/2003
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-II/2004
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-IV/2006
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-IV/2006
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12-16-19/PUU-IV/2006
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-V/2007
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 133/PUU-VII/2009
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37-39/PUU-VIII/2010
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-IX/2011
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-X/2012
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-XI/2013
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 75/PUU-XI/2013
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XII/2014
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 109/PUU-XIII/2015
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XIV/2016
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-XV/2017
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Authors who publish with this journal agree to the following terms:
- Copyright of the published articles will be transferred to the journal as the publisher of the manuscripts. Therefore, the author confirms that the copyright has been managed by the publisher.
- The publisher of Jurnal Konstitusi is The Registrar and Secretariat General of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia.
- The copyright follows Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License: This license allows reusers to distribute, remix, adapt, and build upon the material in any medium or format for noncommercial purposes only, and only so long as attribution is given to the creator. If you remix, adapt, or build upon the material, you must license the modified material under identical terms.