Diskursus antara Kedudukan Delik Pencucian Uang sebagai Independent Crime dengan sebagai Follow Up Crime Pasca Putusan MK Nomor 90/PUU-XIII/2015
DOI:
https://doi.org/10.31078/jk1643Keywords:
Delik secara Faktual, Unsur Esensial Delik, dan Pembuktian.Abstract
Sebagai tindak pidana lanjutan (follow up crime), kedudukan tindak pidana pencucian uang dilihat berdasarkan terjadinya tindak pidana tersebut secara faktual. Akan tetapi, jika cara memandang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai follow up crime seperti itu dipertahankan dalam hal pembuktian, maka riskan untuk membuat tidak efektifnya pembuktian terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dalam keadaan-keadaan tertentu, utamanya dalam hal materiele dader tindak pidana asal tersebut sedang berstatus DPO. Oleh sebab itu, dimunculkanlah sebuah ide yang pada pokoknya menghendaki agar dalam keadaan demikian, masih dimungkinkan untuk dibuktikan tindak pidana pencucian uangnya. Konsep itu disebut dengan istilah independent crime, yang melihat kedudukan TPPU dari perspektif unsur esensial dari delik pencucian uang, dan dari perspektif pembuktian tindak pidana pencucian uang itu sendiri. Dan hal tersebut juga tidak menyalahi apa yang tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No 90/PUU-XIII/2015, sebagaimana dalam ratio decidendi putusan tersebut Mahkamah menyatakan bahwa frasa "tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu" bukan berarti tidak perlu dibuktikan sama sekali tindak pidana asalnya, namun TPPU tidak perlu menunggu lama sampai perkara pidana asalnya diputus atau telah memperoleh kekuatan hukum tetap.As a follow up crime, money laundering offences are seen factually based on the offences done. However, if this perspective about money laundering as a follow up crime is maintained in the trial process perspective, it would be very risky of making the Money Laundering’s proofs in the court. Some may become ineffective in certain circumstances, especially in term of the materiele dader of predicate offences have declared as a fugitive. For that reason, an idea is created which in essence allow to, in such circumstances, prove his/her money laundering offences. This concept is recognized as the concept of “independent crime”, which sees the crime of money laundering from the essential element of money laundering offense, and from the proofing perspective of the money laundering itself. This is also in line with the decision of the Constitutional Court number 90/PUU-XII/2015, where in the ratio decidendi of the decision, the Constitutional Court declared that the phrase “not obligated to be proven first” does not mean that there is no obligation at all to prove the original offense, instead it means that for it to continue its legal proceeding, but that does not have to wait for the original offense to be sentenced or has received permanent legal force.
References
Arief, B.N., 2013, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti.
FATF (2013-2019), Methodology for Assessing Technical Compliance With The FATF Recommendations And The Effectiveness Of AML/CFT Systems, Paris: FATF.
Hiariej, Eddy O.S. 2015, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Husein, Yunus, 2007, Bunga Rampai Anti Pencucian Uang, Bandung: Books Terrace & Library.
Lamintang, P.A.F., 2011, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan ke-4, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Mahkamah Agung RI, 2006, Naskah Akademis Money Laundering, Jakarta: MA RI.
Peters, A.A.G., & Koesriani Siswosoebroto, 1988, Hukum dan Perkembangan Sosial II, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Pompe, W.J.P., 1959, Handboek van het Nederlandsche Strafrecht, Zwolle: NV Uitgevermaatschappij W.E.J. Tjeenk-Wilink.
Pusat Pelaporan & Analisis Transaksi Keuangan, 2010, Memorie Van Toelechting Pembahasan Rancangan Undang-Undangan Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang: Buku Satu, Jakarta: PPATK.
Sofyan, Andi, 2013, Hukum Acara Pidana (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Rangkang Education.
Vos, H.B., 1950, Leerboek Van Nederlands Strafrecht, Harlem: Derde Harziene Druk, H.D. Tjeenk Willink & Zoon N.V.
Peraturan Perundang-undangan:
UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
UU No 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi)
UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Putusan Peradilan
Putusan Mahkamah Konstitusi No 21/PUU-XII/2014
Putusan Mahkamah Konstitusi No 77/PUU-XII/2014
Putusan Mahkamah Konstitusi No 90/PUU-XIII/2015
Putusan No 929/Pid.B/2016/PN-Btm.
Dokumen Internasional:
FATF Recommendations
United Nations Convention Against Transnational Organized Crime
Jurnal:
Gebriele Bernascone dan Paola Sangiovani, “Self-Laundering: A New Crime Triggering Criminal Corporate Liability”, dalam Italy Legal Focus, Milano: Februari 2015.
Referensi dari Makalah/paper/orasi ilmiah:
B. Arief Sidharta, “Asas Hukum, Kaidah Hukum, Sistem Hukum, dan Penemuan Hukum”, Negara Hukum Yang Berkeadilan: Kumpulan Pemikiran dalam Rangka Purna Bhakti Prof. Dr. Bagir Manan, Bandung: PSKN FH UNPAD, 2011.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Authors who publish with this journal agree to the following terms:
- Copyright of the published articles will be transferred to the journal as the publisher of the manuscripts. Therefore, the author confirms that the copyright has been managed by the publisher.
- The publisher of Jurnal Konstitusi is The Registrar and Secretariat General of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia.
- The copyright follows Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License: This license allows reusers to distribute, remix, adapt, and build upon the material in any medium or format for noncommercial purposes only, and only so long as attribution is given to the creator. If you remix, adapt, or build upon the material, you must license the modified material under identical terms.