Memaknai Kecenderungan Penyelesaian Konflik Batas Wilayah Ke Mahkamah Konstitusi

Authors

  • Fajar Laksono Soeroso Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta,

DOI:

https://doi.org/10.31078/jk931

Keywords:

The trend, border conflict resolution, Constitutional Court

Abstract


The trend of border conflict resolution to the Constitutional Court is interesting to analyzed. This analysis founded three interesting things that the Supreme Court decision did not resolve the problem but it raises a new problem, the precedent decision of the Constitutional Court may cancelling the Supreme Court decision, and the trial process in Constitutional Court felt more fair and openess. From its trend emerging of new legal loophole, which the parties became adressat Supreme Court decision not run a Supreme Court decision. This legal loophole seemed to justify    the unlawful acts because the Supreme Court decision has binding and should be implemented.This trend is not a question of rivalry between the Supreme Court    and Constitutional Court, but rather about how the judiciary presents a reliable judicial process and is believed by the justice seekers so that decisions can resolve the problem and  implemented.

References

Agus Dwiyanto, et.al, 2003. Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM.
Bagir Manan, 2009. Menegakkan Hukum Suatu Pencarian, Jakarta: Asosiasi Advokat Indonesia.
Dean G. Pruit & Jeffrey Z Rubin, 2004. Teori Konflik Sosial (terjemahan), Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
International Frame Work for Court Excellent, 2008. the International Consortium for Court Excellence, National Center for State Courts, USA,
Ni’matul Huda, 2010. Problematika Pembatalan Perda, Yogyakarta: UII Pers.
Siti R. Zuhro, 2004. Pokok-Pokok Penyelenggaraan Pemerintahan Umum, Jakarta: Ditjen Pemerintahan Umum-Depdagri.
__________, et.al, 2004. Konflik dan Kerjasama Antar Daerah: Studi Pengelolaan Hubungan Kewenangan Daerah dan Antar Daerah di Jawa Timur, Bangka, Belitung, dan Kalimantan Timur, Pusat Penelitian Politik-LIPI, Jakarta.
Sudarsono, 1991. Kenakalan Remaja, Edisi Kedua, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syamsul Hadi, et.al., 2007. Disintegrasi Pasca Orde Baru: Negara, Konflik lokal dan Dinamika Internasional, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.
Nanang Kristiyono, 2008. Konflik dalam Penegasan Batas Daerah antara Kota Magelang dengan Kabupaten Magelang (Analisis terhadap Faktor-Faktor Penyebab dan Dampaknya), Program Studi Magister Ilmu Politik Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang,
Nurbadri, 2008. Konflik Batas Wilayah di Otonomi Daerah, Studi Kasus Konflik Batas Wilayah Antara Kabupaten Tebo dengan Kabupaten Bungo, Jurnal MMH Jilid 37 Nomor 4.
Peraturan Perundang-undangan
UU Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur
UU No. 25 tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau UU Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lingga UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Putusan Mahkamah Agung Nomor 49P/HUM/2011 dalam perkara permohonan keberatan Hak Uji Materiil terhadap “Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2011”
Putusan Mahkamah Agung No. 01 P/HUM/2012 dalam perkara permohonan Hak Uji Materiil terhadap “Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2011”
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 110,111,112,113/PUU-VII/2009 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil Permendagri Nomor 43 Tahun 2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Lereklerekan Permendagri Nomor 44 Tahun 2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Berhala

referensi media dan internet
“Audi et Alteram Partem”, Majalah Konstitusi No. 32 September 2009. “Babel Bawa Pulau Tujuh ke MK”, RadarBangkaOnline, http://www.radarbangka.co.id. “Derita Si Pemilik Pulau”, Forum Keadilan Online, No. 44 Tahun XX/6-11 Maret
2012, http://www.forumkeadilan.com/fokus.php?tid=233.
“Depdagri: Pulau Bongkil Masuk Wilayah Sulut”, Sulut Online, http://sulutonline.com/berita/48-depdagripulau-bongkil-masuk-wilayah-sulut.html. “Mahkamah Agung Lampaui Kewenangan Kemendagri”, Radar Sulbar, 25 Mei 2012, http://www.radar-sulbar.com/nasional/mahkamah-agung-lampaui-kewenangan-mendagri/ diakses 5 Juli 2012.
“Pemprov Sulbar Bawa Sengketa Lereklerekan ke MK”, 3 Juli 2012, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.Berita.Berita&id=7189.
“Rekam Jejak Pulau Segama, Labuhanmaringgai, Lampung Timur: Dua Daerah Perebutkan Pulau Tak Berpenghuni karena Kaya Potensi Migas”, Radar Lampung, 7 Maret 2009.
“Soal Status Berhala, Kemendagri Tunggu Putusan MK”, http://puspen.depdagri.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=3785.
Wardani, Pentingnya Batas Antar Daerah, artikel yang diunduh http://www.ditjenpum.go.id/artikel/2011/1311598860/pentingnya-batas-antar-daerah.

Downloads

Published

2016-05-20

How to Cite

Soeroso, Fajar Laksono. 2016. “Memaknai Kecenderungan Penyelesaian Konflik Batas Wilayah Ke Mahkamah Konstitusi”. Jurnal Konstitusi 9 (3):431-48. https://doi.org/10.31078/jk931.

Issue

Section

Articles