TY - JOUR AU - Fahmi, Khairul PY - 2018/02/09 Y2 - 2024/03/28 TI - Pergeseran Pembatasan Hak Pilih dalam Regulasi Pemilu dan Pilkada JF - Jurnal Konstitusi JA - JK VL - 14 IS - 4 SE - Articles DO - 10.31078/jk1443 UR - https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/1443 SP - 757-777 AB - <p>Hak memilih dan dipilih merupakan hak konstitusional warga negara yang diakui sebagai bagian dari hak atas kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana dijamin UUD 1945. Sebagai hak konstitusional, jaminan pelaksanaan hak tersebut diatur dalam Undang-Undang terkait pemilu anggota legislatif, pemilu Presiden dan Wakil Presiden maupun pemilihan kepala daerah.Pengaturan hak itu berada diantara dua paradigma yang saling tolak tarik. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, kajian ini mendalami pergeseran paradigma pengaturan hak dimaksud. Pembentuk undang-undang berangkat dari paradigma bahwa hak tersebut harus dibatasi, termasuk dengan menggunakan alasan-alasan objektif demi menghasilkan pejabat publik yang berintegritas dan pemilu yang fair. Dalam perjalanannya, melalui proses pengujian undang-undang, paradigma dimaksud justru digeser ke arah menghilangkan pembatasan yang demikian, karena dinilai melanggar hak konstitusional warga negara. Pergeseran yang terjadi berimplikasi pada hadirnya produk legislasi pemilu yang cenderung lebih liberal. Di mana, pembatasan hak pilih hanya boleh dilakukan berdasarkan alasan ketidakcakapan. Sementara aspek lain yang dinilai sebagai batasan untuk menghasilkan pejabat politik yang profesional dan tidak cacat moral tidak boleh lagi diadopsi sebagai alasan pembatasan. Dengan begitu, siapapun yang akan terpilih, memiliki cacat moral/hukum atau tidak, semua tergantung kepada pemilih yang memegang hak suara. Undang-Undang sebagai produk hukum tidak lagi dapat digunakan sebagai instrumen untuk menyaring calon-calon pejabat politik yang dipilih melalui pemilu.</p><p><em>The right to vote and the right to be a candidate are citizens’ constitutional rights, recognized as part of the right to be equal before the law and government; secured in the Indonesian constitution of UUD 1945. As constitutional rights, the guarantee on the exercise of these rights is regulated in related Laws on the elections of legislative members, president-vice president, and regional election. The regulation on these rights lies between two ever-tugging paradigms. By means of normative legal method, this Study explores the shift of the paradigm on the regulation of the said rights. Legal drafters stand on the paradigm that says these rights ought to be limited, including by applying objective excuses that are meant to create integrity public officials and fair election. In implementation, by means of judicial review, such paradigm is – in fact – shifted to the omission of such paradigm for the limitation is deemed as a violation to the citizens’ constitutional rights. The occuring shift creates an implication to the existence of election legislations that are inclined to be more liberal, where the limitation of suffrage and candidate eligibility can only be exercised in the case of incompetence. Whereas other aspects that are rated as limitations to the yielding of professional and morally-flawless political officials may no longer be adopted as excuses for the limitation. Hence, whoever wins the vote, whether s/he is morally or lawfully-flawed, will depend on the bearers of suffrage. The Laws as legal products may no longer be applicable for use as instruments to sift candidates of political officials that are elected through elections.</em></p> ER -