@article{Arbas_2018, title={Aksiologis Mahkamah Konstitusi dalam Mewujudkan Demokrasi di Aceh}, volume={15}, url={https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/1518}, DOI={10.31078/jk1518}, abstractNote={<p>Kontestan pilkada tidak hanya berasal dari partai politik, melainkan seiring dinamika pilkada yang terjadi di Aceh Tahun 2006, telah menuntut Mahkamah Konstitusi bernilai aksiologis melalui berbagai putusannya untuk mengakomodir calon perseorangan dalam kontestasi pilkada secara nasional. Bagaimana latar belakang implementasi calon perseorangan dalam pesta demokrasi, khususnya melalui pilkada? Bagaimana aksiologis mahkamah konstitusi dalam mengokohkan perwujudan nilai demokrasi, khususnya pada daerah otonom Aceh?. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer (perundang-undangan, putusan Mahkamah Konstitusi), bahan hukum sekunder (karya ilmiah), dan bahan hukum tersier (ensiklopedia dan kamus). Adapun metode pengumpulan datanya adalah melalui studi kepustakaan, yaitu meneliti dan menggali bahan-bahan hukum, selanjutnya teknik analisis data yang dipakai adalah teknik analisis kualitatif. Keberadaan calon perseorangan dalam kontestasi pilkada nasional, diawali ketika pelaksanaan pilkada di Aceh pada Tahun 2006, berawal dari pelaksanaan pilkada di Aceh timbulnya kesadaran kolektif masyarakat tentang urgensitas calon perseorangan, fase berikutnya dilakukan judicial review atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bermuara dengan putusan MK Nomor 5/PUU-V/2007, yang pada hakikatnya mengakomodir calon perseorangan sebagai salah satu kontestan dalam pilkada secara nasional. Mahkamah Konstitusi berperan secara aktif, menjadi lembaga negara yang bernilai aksiologis melalui berbagai putusannya (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-VIII/2010, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 108/PHPU.D-IX/2011, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/SKLN-X/2012) dalam rangka meluruskan berbagai friksi dan sengkarut yang melingkupi Pilkada di Aceh.</p><p><em>Regional head election contestants not only come from political parties, but in line with the electoral dynamics that occurred in Aceh in 2006, have demanded the Constitutional Court aesthetic value through various decisions to accommodate individual candidates in national election contestation. What is the background of the implementation of individual candidates in democracy parties, especially through elections? How is the axiological of the Constitutional Court in affirming the realization of the value of democracy, especially in the autonomous region of Aceh?. This study is a normative legal research, the type of data used is secondary data, consisting of primary legal material (legislation, Constitutional Court decision), secondary legal material (scientific work), and tertiary legal material (encyclopedia and dictionary). The existence of individual candidates in the national election contest, preceding the implementation of the elections in Aceh in 2006, started from the implementation of the elections in Aceh the emergence of collective awareness of the public about the urgency of individual candidates, the next phase of the judicial review of Law No. 32 of 2004 on Regional Government, led to the decision of Constitutional Court No. 5/PUU-V/2007, which essentially accommodate individual candidates as one contestant in the national election. The Constitutional Court is actively involved in becoming a state institution with axiological value through its decisions (Decision of the Constitutional Court No. 35/PUU-VIII/2010, and No.108/PHPU.D-IX/2011, also No. 1/SKLN-X/2012) in order to straighten out the various frictions surrounding the elections in Aceh.</em></p>}, number={1}, journal={Jurnal Konstitusi}, author={Arbas, Cakra}, year={2018}, month={Mar.}, pages={164–184} }